Blog By Ellen May

Tak Seperti Venezuela, Ini yang Bisa Dilakukan Investor di Indonesia?

2019-05-29 09:19:23 / Team Ellen May Institute

Negara Venezuela telah mengalami krisis berkepanjangan. Ditambah lagi, sanksi yang diberikan oleh Pemerintah Amerika Serikat (AS) kepada negara tersebut, ibarat sudah jatuh ketimpa tangga itulah yang dialami Venezuela saat ini. Padahal, Venezuela ini merupakan cadangan minyak terbesar di dunia setelah Uni Emirat Arab (UEA) dengan memiliki kapasitas 330 miliar per barel. Negara tersebut sangat berpangku sekali terhadap penghasilan dari minyak.

Namun, sejak anjloknya harga minyak pada 2014, membuat negara sebutan “The Land of Grace” ini terpuruk. Mata uang mereka bolivar saja seakan tidak berharga di sana. Bahkan, untuk membeli suatu barang saja harus dilakukan barter (pertukaran). Misalnya, membeli ikan harus ditukar dengan dua karung beras. Inflasi di sanapun kini mencapai 10 juta persen.

Bersyukurlah Indonesia, pemerintah terus berupaya menjaga kestabilan inflasi di bawah 3,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), tingkat inflasi April 2019, sebesar 2,83 persen. Perekonomian Indonesia pun masih tumbuh stabil di atas 5 persen terhadap PDB.

Selain itu, Bank Indonesia (BI) terus menjaga nilai tukar rupiah agar tetap stabil. Pada tahun lalu, pemerintah telah menetapkan asumsi kurs rupiah dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2019, dilevel Rp15.000 per dolar AS. Dan kini pergerakan rupiah di pasar spot rentang Rp14.300-14.400 per dolar AS.

Kondisi perekonomian ini sangat menentukan sekali aksi para investor di pasar Bursa Efek Indonesia (BEI). Sehingga, ketika para investor nantinya tidak akan terjebak dan merugi begitu dalam. Sebab, ada hasil survei menunjukkan sekitar 10 persen segelintir orang berhasil sukses, dan sisanya gagal termasuk dalam berinvestasi.

Untuk menjadi orang yang berada diangka 10 persen tersebut, maka para investor atau trader harus memahami terlebih dahulu siklus perekonomiannya agar tidak salah dalam mengambil langkah ketika bertransaksi jual dan beli di pasar saham.

Kenali siklusnya dan langkah investor menghadapi situasi tersebut?

Biasanya pertumbuhan PDB menjadi positif, tingkat inflasi moderat, pasar saham menunjukkan harga saham jatuh atau anjlok drastis seperti yang terjadi di Indonesia pada tahun 2008, tepatnya dibulan Oktober dan September 2013. Secara teknikal ada pola bullish reversal (pembalikan arah saham jadi naik).

Pada masa ini, bisnis sulit berkembang, pengangguran semakin banyak, PDB rendah, suku bunga perbankan pun ikutan jatuh. Banyak pemberitaan negatif terhadap perekonomian membuat perusahaan (emiten) resah. Kemudian, para emiten mulai membanting harga sahamnya alias diskon. Begitu pula pada tahun 1998, saat Indonesia alami krisis moneter, menurut saya momen inilah investor berkesempatan membeli saham sebanyak-banyaknya.

Pasalnya, harga-harga saham banyak didiskon sampai harga murah. Termasuk perusahaan-perusahaan besar (blue chips). Jadi, investor tidak perlu panik dan bingung. Ketika nanti kondisi perekonomian negara sudah memulih maka harga saham yang dibeli tersebut dipastikan bakal “cuan” lagi.

Dalam 10 tahun ke depan, diprediksikan imbal hasil (yield) saham bisa mencapai 7,954 persen dengan real interest rate (selisih dari nominal interest rate dengan inflasi) 6,5 persen. Melihat kondisi market saham yang mulai pulih saat ini, bisa jadi kesempatan bagi para investor atau trader yang ingin berinvestasi jangka panjang dan ambil langkah mencicil beli saham.

Kondisi saat ini ketika berinvestasi, sebaiknya pilihlah saham yang bergerak di sektor perbankan, konsumer, ritel, serta infrastruktur yang selama 4,5 tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus dikembangkan. Bingung memilih saham untuk diinvestasikan, ada lima rekomendasi yang saya anjurkan, antara lain:

-           PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR);

-           PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI);

-           PT Bank Central Asia Tbk (BBCA);

-           PT Gudang Garam Tbk (GGRM); dan

-           PT Indofood Tbk (INDF).

 



Follow Us

Kememkominfo

Certified by Ministry of Communications and
Informatics of Indonesia

• no. 02372/DJAI.PSE/03/2020 as Electronic System Provider