Blog By Ellen May

Saham DiskonVaganza 2020

2020-03-17 09:58:04 / Ellen May

Beberapa kali pasar saham mengalami goncangan kecil, seperti yang terjadi pada tahun 2013, 2015, dan juga pada tahun 2018. Setiap kali terjadi goncangan, banyak orang menerka, akankah terulang lagi kejatuhan pasar saham seperti tahun 2008 yang sangat fenomenal itu?

Bagaimana tidak… di tahun 2008, sebagian besar bursa saham dunia turun lebih dari 50%, dan bahkan IHSG sendiri sempat terkoreksi lebih dari 60%. Pada waktu itu, terjadi kepanikan dan pesimisme luar biasa di pasar saham. Namun, selang setahun, mulai banyak orang yang menyesal. Menyesal karena tidak membeli ketika harga saham turun tajam di tahun 2008.

Banyak yang bertanya-tanya… akankah kesempatan itu datang untuk yang kedua kalinya?

Banyak orang menebak kapankah akan terjadi krisis finansial yang berikutnya. Tebakan bahwa tahun 2018 akan menjadi perulangan dari tahun 2008 ternyata meleset. IHSG hanya turun 17% dan setelah itu kembali menguat ditopang oleh kokohnya perekonomian Indonesia. Ramalan banyak pihak pun tak terbukti di tahun 2018, sehingga direvisilah ramalan itu, jadi tahun 2019 deh krisisnya…

Setelah setahun berjalan… memasuki tahun 2019, masih ada juga beberapa orang yang memprediksi bahwa crash akan terjadi. Namun… ternyata IHSG hanya jalan di tempat, tidak terlalu buruk… meski perekonomian sedikit melambat.  Di akhir tahun 2019 IHSG pun melambat dikarenakan sentiment negative kasus Jiwasraya dan Asabri. 

Namun hal itu juga tidak membuat IHSG terhempas seperti 2018. Jadi… ramalan yang sudah direvisi setahun demi setahun… direvisi lagi deh… pokoknya kalau ngga tahun ini, ya tahun depannya lagi, kalau salah… ya direvisi ramalannya tahun depannya lagi… pokoknya sampai terjadi lah! Dan ketika sudah terjadi, mulailah para peramal market berkata, “Ini lho… dari dulu saya bilang mau crash, terjadi kan…”


Hehehe.. anyway… crash harga saham pun akhirnya terjadi tahun 2020 ini. 

Siapa mengira, memasuki awal tahun 2020, pasar saham Indonesia mengalami goncangan karena likuiditas yang mengering akibat dampak domino dari kasus Jiwasraya dan Asabri. Segitu besarnyakah pengaruhnya? Plus, ditambah investor asing yang mulai hengkang sejak Januari -Februari 2020.

Siapa pula yang menyangka, bahwa wabah virus Corona menjadi sebuah pandemi yang memporak porandakan perekonomian dunia, sehingga membuat bursa saham di seluruh dunia terkapar. Demikian pula hingga tulisan ini dibuat (17 Maret 2020) IHSG sudah terhempas 28.62 %.

Aktivitas ramal-meramal pun kembali marak. Kali ini, banyak orang mulai meramal, IHSG bakalan turun sampai angka sekian dan sekian. Tujuannya… supaya bisa tau kapan bisa beli saham di harga terbaik. Harga termurah. Mentok bawah. Di bottom. Supaya keuntungan maksimal.

Pertanyaannya… siapa sih yang bisa meramal bottom harga saham? Pas di titik terbawah?

Kalau ada yang bisa nebak… sini saya kasih hadiah. Hahaha…

Pertanyaan yang sama pun hampir setiap hari dilontarkan kepada saya. Say the number

Baiklah… saya pun menjawab dengan menggunakan analisis teknikal, karena yang diminta adalah antisipasi mengenai harga saham. Jawaban saya, IHSG berpeluang untuk turun hingga level 4000 bahkan hingga 3600.

What…? Segitu dalamnya?

Seriusan? Trus sekarang gimana? Sudah boleh beli? Kalau saya masih punya saham posisi rugi a.k.a nyangkut terus gimana?

Sabar… angka itu kan hanya antisipasi. Belum tentu benar. Kalau benar pun… kalau kita sudah bersiap diri, apa yang harus ditakuti? 

Ok… jadi bagaimana jawabannya untuk semua pertanyaan di atas?

Jawabannya saya untuk setiap pertanyaan di atas adalah dengan: mengatur cash dan mengukur risiko. Cash is the king!

Jujur kata, ngga ada orang yang tahu kok bottom market di mana dan nggak penting kita tahu bottom IHSG di angka berapa. 

Yang saya lakukan saat ini adalah mengukur, seberapa besar suplai and demand, mengukur valuasi saham sudah cukup terdiskon sehingga banyak institusi mulai tertarik, dan juga mengukur tanda reversal apakah sudah muncul. 

Jadi… Mau masuk sekarang, mau beli saham nanti, terserah Anda! Asal jangan sampai kehabisan cash!

Maksudnya gimana?

Saya beri contoh. Pada tanggal 13 Maret 2020, saham BBCA sempat mengalami teknikal rebound, naik sementara, dengan volume transaksi yang cukup tinggi. Namun trend besar harga sahamnya masih sangat bearish. Sementara itu, secara fundamental, valuasi saham BBCA sudah terdiskon -5.94% yaitu di angka 23.08 kali, jika dibandingkan tahun 2018 yang valuasinya di angka 24.54 kali. Sementara itu, harga saham BBCA pun terdiskon 23% dari 35300 ke 27025. Beberapa pihak mulai menganggap bahwa saham ini mulai terdiskon, dan murah untuk dikoleksi. Minat beli itu tercermin pada lonjakan volume transaksi.

Dari hasil analisis singkat di atas, apa yang harus dilakukan? Ikutan beli? Borong? Sudah tanda reversal?

Sabar kak sabar… 😊

Data di atas, bisa dibilang sangat minim, dan sangat prematur jika kita mengatakan akan ada pembalikan arah naik, hanya karena sekelompok investor borong saham pada 1 hari perdagangan.

Tapi… kalau nggak ikutan, nanti ketinggalan?

Ini penyakitnya trader dan investor saham, takut ketinggalan. FOMO! Fear of missing out. Ini juga yang membunuh banyak pebisnis yang nggak sabaran, dan nggak mau melakukan tes dan ukur sebelum bertindak, tapi yang mendasarkan setiap tindakannya berdasar emosi, fear and greed semata. 

Jadi, apa yang harus dilakukan?

Simple! Seperti kata Warren Buffett, jangan masukkan 2 kaki untuk mengetes kedalaman kolam. Masukin 1 kaki… masukinnya dikit dulu. Kalau perlu jangan kaki dong yang dimasukin, ngetes pakai tongkat.

Jadi, yang bisa kita lakukan adalah, ngetes dikit… beli dikit. Dikitnya berapa? Dengan kondisi pasar masih sangat bearish, maka arti kata sedikit adalah 1% hingga maksimal 5% dari total modal yang akan digunakan untuk berinvestasi saham. Hal ini artinya, kita masih punya 95%-99% cash!

Kalau turun… ya sudahlah kan cuma sedikit. Masih punya amunisi. Nanti turun lagi lebih dalam, beli lagi… 1 sd 5% lagi… untuk investasi jangka panjang, jarang-jarang nih dapat saham premium dengan valuasi terdiskon.

Dengan demikian ember sudah terisi 10%. 

Hingga nanti tiba waktunya tanda reversal muncul, bisa beli lebih banyak, gunakan 70%-80% modal.

Kapan muncul tanda reversal? 

Banyak orang mencoba memprediksi. Namun sebenarnya dalam melakukan analisis saham, yang perlu kita lakukan adalah cukup membaca sinyal yang muncul. Lihat, baca, take action. Persis seperti baca peta / GPS.

Jadi… nggak usah terlalu dipikirkan kapan akan berbalik arah. Serahkan pada kami… Saya akan terus pandu dan temani Anda, bersama dengan EMTrade, melalui layanan terbaru #InvestingJournal , sehingga nanti tiba saatnya terjadi pembalikan arah, ketika tiba saatnya kita gunakan modal dalam jumlah besar, Anda tidak akan ketinggalan kereta, pun tidak akan terlalu dini masuk di pasar saham, sehingga bisa terhindar dari kerugian yang tidak perlu.

Akhir kata, saya cuma mau bilang… meski turunnya harga saham dianggap sebagai suatu hal yang kurang menguntungkan bagi beberapa orang, saya justru melihatnya sebagai sebuah peluang… peluang langka dapat saham bagus dengan diskon besar. 

Mulai sekarang, siapin dulu akun saham, dan uangnya. Stay calm, use our neocortex brain, bukan otak monyet kita yang bertindak berdasar emosi. Follow terus Instagram @ellenmay_official , saya akan terus update 😊


Jangan memprediksi, tapi mengantisipasi. Jangan meramal, tapi membaca data & take action!


We help people to make money & change lives better.

Salam profit!

Ellen May

PS: dalam artikel ini & dalam memanfaatkan peluang harga saham yang terdiskon saat ini, saya lebih condong menggunakan strategi investasi yang memanfaatkan diskon valuasi, dan bukan strategi trading / super trader yang mengedepankan tren harga saham naik.

Selengkapnya mengenai strategi investasi saat ini, saham apa yang bole dibeli, ikuti Seminar Online “Saham DiskonVaganza 2020” daftar di www.ellen-may.com/seminaronline2 dan dapatkan juga GRATIS “Ebook Investing Journal Saham DiskonVaganza 2020”



Mau jadi Super Trader di saham Indonesia?

Follow Us

Kememkominfo

Certified by Ministry of Communications and
Informatics of Indonesia

• no. 02372/DJAI.PSE/03/2020 as Electronic System Provider